Quovadis Merdeka Belajar di Tengah Kritik terhadap Menteri Pendidikan: Evaluasi Mendalam dan Perspektif Implementasi di Indonesia
Dr. Masruddin., SS.,M.Hum (Dosen IAIN Palopo)
Sejak diluncurkannya kebijakan Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, kebijakan ini telah memicu banyak perdebatan dan tanggapan dari berbagai kalangan.
Program ini digagas dengan visi untuk memberikan kebebasan yang lebih besar kepada lembaga pendidikan dan peserta didik dalam memilih metode belajar yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Merdeka Belajar juga bertujuan untuk memberikan ruang kepada guru dalam berinovasi serta mengurangi beban administrasi yang dianggap terlalu memberatkan. Namun, meskipun gagasan ini terinspirasi dari praktik pendidikan di negara-negara maju, pelaksanaannya di Indonesia menghadapi tantangan yang signifikan.
Banyak pihak yang merasa bahwa kebijakan ini perlu dievaluasi mendalam karena berbagai faktor, termasuk perbedaan konteks sosial, ekonomi, budaya, dan infrastruktur pendidikan yang ada di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara maju.
Dalam opini ini, saya berusaha menyajikan solusi konkret mengenai pelaksanaan Merdeka Belajar di Indonesia, dengan tetap mempertimbangkan kritik terhadap kebijakan ini, serta kebutuhan untuk evaluasi yang menyeluruh.
Merdeka Belajar: Menyelaraskan Visi Pendidikan Modern dengan Realitas Indonesia
Kebijakan Merdeka Belajar yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia merupakan langkah progresif dalam upaya mentransformasi sistem pendidikan nasional.
Visi untuk memberikan otonomi yang lebih besar kepada lembaga pendidikan, guru, dan peserta didik dalam menentukan metode pembelajaran mencerminkan kesadaran akan kebutuhan untuk beradaptasi dengan tuntutan era digital dan globalisasi.
Namun, implementasi kebijakan ini di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang kompleks dan memerlukan evaluasi serta penyesuaian yang cermat.
1. Kontekstualisasi Kebijakan dalam Realitas Indonesia
Inspirasi kebijakan Merdeka Belajar yang berasal dari praktik pendidikan di negara-negara maju seperti Finlandia perlu dilihat secara kritis. Perbedaan signifikan dalam konteks sosial, ekonomi, budaya, dan infrastruktur antara Indonesia dan negara-negara tersebut tidak bisa diabaikan.
Indonesia, dengan keragaman geografis dan demografisnya yang luas, menghadapi tantangan unik yang tidak dihadapi oleh negara-negara maju dengan populasi yang lebih homogen dan infrastruktur yang lebih merata.
Kesenjangan digital dan ekonomi yang masih lebar di berbagai wilayah Indonesia menjadi hambatan serius dalam penerapan konsep pembelajaran yang lebih fleksibel dan berbasis teknologi. Di satu sisi, kota-kota besar mungkin siap mengadopsi pendekatan pembelajaran modern, namun di sisi lain, banyak daerah terpencil masih berjuang dengan akses terhadap fasilitas pendidikan dasar.
Oleh karena itu, implementasi Merdeka Belajar harus didesain dengan mempertimbangkan keberagaman kondisi ini, menghindari pendekatan “one size fits all” yang dapat memperlebar kesenjangan pendidikan.
2. Kesiapan Tenaga Pendidik: Mengubah Paradigma dan Meningkatkan Kompetensi
Salah satu pilar utama keberhasilan Merdeka Belajar adalah kesiapan tenaga pendidik. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak guru di Indonesia masih terbiasa dengan metode pengajaran konvensional yang cenderung berpusat pada guru.
Transisi menuju pendekatan yang lebih inovatif, berpusat pada siswa, dan memanfaatkan teknologi bukanlah proses yang mudah dan cepat. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan program pelatihan guru yang komprehensif, intensif, dan berkelanjutan. Pelatihan ini harus mencakup tidak hanya aspek teknis penggunaan teknologi dalam pembelajaran, tetapi juga perubahan mindset tentang peran guru sebagai fasilitator pembelajaran.
Guru perlu dibekali dengan keterampilan pedagogis modern, seperti pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran kolaboratif, dan integrasi teknologi dalam kurikulum.
Selain itu, sistem penghargaan dan pengembangan karir guru perlu diselaraskan dengan semangat Merdeka Belajar. Guru yang berhasil mengimplementasikan inovasi pembelajaran sesuai dengan prinsip Merdeka Belajar harus mendapat pengakuan dan insentif yang memadai. Hal ini akan mendorong motivasi guru untuk terus berinovasi dan mengembangkan diri.
3. Infrastruktur Digital: Fondasi Penting Merdeka Belajar
Implementasi Merdeka Belajar sangat bergantung pada ketersediaan infrastruktur digital yang memadai. Namun, realitas di Indonesia menunjukkan adanya kesenjangan digital yang signifikan antar daerah.
Banyak sekolah di daerah terpencil masih kesulitan mengakses internet, apalagi memiliki perangkat teknologi yang memadai untuk mendukung pembelajaran digital.Untuk mengatasi hal ini, diperlukan investasi besar-besaran dalam pembangunan infrastruktur digital pendidikan.
Ini mencakup: Perluasan jaringan internet berkecepatan tinggi ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil. Penyediaan perangkat teknologi (komputer, tablet, dll.) bagi sekolah dan siswa yang membutuhkan. Pengembangan platform pembelajaran digital yang dapat diakses secara nasional, dengan konten yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal dan pelatihan teknis bagi staf sekolah dan guru dalam penggunaan dan pemeliharaan infrastruktur digital.
4. Evaluasi Berbasis Data: Membangun Sistem Pemantauan yang Efektif
Untuk memastikan keberhasilan implementasi Merdeka Belajar, diperlukan sistem pemantauan dan evaluasi yang berbasis data, komprehensif, dan transparan. Sistem ini harus mampu mengumpulkan dan menganalisis data secara real-time tentang berbagai aspek implementasi kebijakan, termasuk kinerja siswa, efektivitas metode pembelajaran, dan pemanfaatan sumber daya.
Data yang diperoleh dari evaluasi ini harus digunakan untuk: Mengidentifikasi area-area yang memerlukan perbaikan atau dukungan tambahan. Menyesuaikan kebijakan agar lebih responsif terhadap kebutuhan di lapangan.Mengukur dampak kebijakan terhadap kualitas pendidikan secara keseluruhan. Memberikan umpan balik kepada pemangku kepentingan, termasuk guru, sekolah, dan pembuat kebijakan dan peran Orang Tua dan Masyarakat: Membangun Ekosistem Pendidikan yang Inklusif.
Merdeka Belajar tidak hanya tentang transformasi di dalam kelas, tetapi juga melibatkan perubahan dalam ekosistem pendidikan secara keseluruhan. Peran orang tua dan masyarakat menjadi sangat penting dalam mendukung implementasi kebijakan ini.
Langkah-langkah yang dapat diambil meliputi: Sosialisasi intensif kepada orang tua tentang konsep dan tujuan Merdeka Belajar. Pemberdayaan komite sekolah untuk lebih aktif dalam pengambilan keputusan terkait implementasi Merdeka Belajar di tingkat sekolah.
Pelibatan masyarakat dan sektor swasta dalam mendukung program-program pendidikan, seperti magang, pembelajaran berbasis proyek, dll dan juga pengembangan program pendidikan keluarga untuk membantu orang tua mendukung pembelajaran anak di rumah.
6. Kontekstualisasi Kurikulum: Menggabungkan Standar Nasional dengan Kebutuhan Lokal
Salah satu aspek penting dari Merdeka Belajar adalah fleksibilitas dalam pengembangan kurikulum. Namun, fleksibilitas ini harus diimbangi dengan standar nasional yang jelas untuk memastikan kualitas pendidikan yang merata.
Pendekatan yang dapat diambil meliputi: Pengembangan kurikulum inti nasional yang fokus pada kompetensi esensial. Memberikan ruang bagi sekolah dan daerah untuk mengembangkan kurikulum tambahan yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal. Mendorong pembelajaran berbasis proyek yang relevan dengan konteks lokal dan mengintegrasikan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya dalam kurikulum.
7. Belajar dari Negara Serupa: Adaptasi Praktik Terbaik
Kritik Jusuf Kalla tentang kecenderungan Indonesia untuk terlalu banyak meniru negara-negara maju seperti Finlandia dan Swedia perlu dipertimbangkan. Sebagai alternatif, Indonesia dapat belajar dari negara-negara dengan kondisi yang lebih serupa seperti Cina, India, dan Korea Selatan.
Beberapa praktik yang dapat diadaptasi meliputi: Sistem evaluasi nasional yang disesuaikan, seperti yang diterapkan di Cina dan India, untuk memastikan standar kualitas pendidikan yang konsisten. Investasi besar-besaran dalam infrastruktur pendidikan dan pelatihan guru, seperti yang dilakukan oleh Korea Selatan.
Pemanfaatan teknologi untuk memperluas akses pendidikan ke daerah terpencil, seperti yang dilakukan India dengan platform pembelajaran online nasional dan Fokus pada pengembangan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri dan pasar kerja global.
Selain itu, Kemdikbud Ristek menawarkan tiga opsi kurikulum untuk 2022-2024: Kurikulum 2013, kurikulum darurat, dan kurikulum prototipe (kini Kurikulum Merdeka). Kurikulum Merdeka, berbasis proyek, menjadi fokus utama karena diproyeksikan untuk jangka panjang. Namun, Komisi X DPR menilai implementasinya belum optimal dan meminta evaluasi sebelum penerapan lebih lanjut. Mereka juga ingin Kurikulum Merdeka diintegrasikan ke dalam peta jalan pendidikan nasional.
Berbagai organisasi pendidikan (Muhammadiyah, NU, lembaga pendidikan Kristen dan Katolik) sepakat perlunya peta jalan pendidikan yang jelas untuk menghindari perubahan kurikulum yang terlalu sering. Mereka menekankan pentingnya mempertimbangkan tujuan pendidikan jangka panjang dan tantangan masa depan.
Tantangan implementasi Kurikulum Merdeka meliputi: Kesiapan guru dalam menginterpretasi dan menerapkan kurikulum. Perbedaan kemampuan antar sekolah dan kebutuhan pendampingan dan anggaran yang merata serta masalah dalam proses sosialisasi dan pemahaman di berbagai tingkat. Organisasi-organisasi ini menekankan perlunya persiapan yang matang dan evaluasi menyeluruh sebelum implementasi penuh Kurikulum Merdeka.
Merdeka Belajar memiliki potensi besar untuk mentransformasi pendidikan di Indonesia, namun implementasinya memerlukan pendekatan yang hati-hati, bertahap, dan disesuaikan dengan konteks lokal. Diperlukan keseimbangan antara memberikan kebebasan dalam belajar dan memastikan standar kualitas pendidikan yang konsisten di seluruh negeri.
Transformasi pendidikan melalui Merdeka Belajar bukan hanya tentang perubahan kebijakan, tetapi juga perubahan mindset dan budaya. Ini memerlukan komitmen jangka panjang, investasi yang signifikan, dan kolaborasi erat antara pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat.
Dengan pendekatan yang terstruktur, adaptif, dan mempertimbangkan keunikan kondisi Indonesia, kebijakan Merdeka Belajar dapat menjadi katalis untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.
Tujuan akhirnya adalah mempersiapkan generasi Indonesia yang tidak hanya mampu bersaing di tingkat global, tetapi juga memiliki akar yang kuat dalam nilai-nilai dan budaya lokal. Melalui implementasi yang cermat dan evaluasi berkelanjutan, Merdeka Belajar dapat menjadi langkah penting dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai negara dengan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing global.