Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2024

Pengaruh Down Syndrome terhadap Kemampuan Berbahasa dan Berpikir Anak

Pengaruh Down Syndrome terhadap Kemampuan Berbahasa dan Berpikir Anak

Pengaruh Down Syndrome terhadap Kemampuan Berbahasa dan Berpikir Anak

Devi Ismayanti, S.S., M.Hum. dan Imroatul Fathonah (Prodi Pendidikan Bahasa Inggris IAIN Palopo)

Down syndrome adalah kelainan genetik yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan pada kromosom ke-21. Down syndrome biasanya dikaitkan dengan keterlambatan perkembangan, gangguan kecerdasan ringan hingga sedang, dan ciri fisik yang khas. Kelainan ini dapat mempengaruhi perkembangan berbagai aspek kehidupan seseorang, termasuk kemampuan berbahasa dan berpikir. Anak-anak dengan down syndrome sering mengalami keterbatasan dalam berbahasa dan berpikir dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan struktur dan fungsi otak yang terkait dengan sindrom ini.

Dalam ilmu bahasa (linguistik), hubungan antara bahasa dan pikiran dikaji pada bidang semantik dan pragmatik. Namun, ilmu psikologi, neurologi, filsafat, dan sosiologi juga turut membahas hal ini. Dalam teori pikiran, setiap manusia hanya dapat mengintuisi keberadaan pikirannya sendiri melalui introspeksi dan tidak ada seseorang yang memiliki akses langsung terhadap pikiran orang lain. Secara tipikal, diasumsikan bahwa orang lain memiliki pikiran dengan analogi yang dimiliki seseorang dan berdasarkan interaksi sosial alami timbal balik, seperti yang diobservasi dalam atensi bersama, penggunaan fungsi bahasa, dan memahami emosi dan tindakan orang lain. Seseorang mengatribusikan pemikiran, hasrat, dan intensitasnya kepada orang lain, untuk menceritakan atau menjelaskan aksi mereka, dan untuk menempatkan intensitas mereka.

Berdasarkan teori bahasa, Chomsky berpendapat bahwa satu-satunya makhluk yang memiliki kemampuan bahasa secara verbal adalah manusia. Ia juga percaya bahwa setiap anak yang lahir ke dunia sudah dibekali Alat Penguasaan Bahasa atau Language Acquisition Device (LAD), yang didasari oleh kemampuan membedakan bunyi bahasa dan bunyi lain, kemampuan mengorganisasikan peristiwa, dan kemampuan untuk memahami struktur bahasa. Namun, ada juga ahli bahasa dan peneliti yang menolak hipotesis tentang  adanya hubungan antara bahasa dengan pikiran atau  proses berpikir. Menurut mereka, anak-anak yang belum bisa berbahasa pun dapat mengambil mainan ketika mereka mendengar perintah “Ambil mainan itu!”

Dalam konteks perkembangan kognitif anak, teori Piaget juga menjelaskan mengenai tahapan perkembangan, termasuk perkembangan bahasa, memori, dan pikiran. Teori ini menunjukkan bahwa kecerdasan anak akan berubah seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan mereka. Dalam konteks pembelajaran bahasa, terdapat teori belajar kognitif yang menekankan bahwa belajar adalah suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Belajar melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, dan nilai sikap.

Beberapa teori juga telah menjelaskan penyebab terjadinya down syndrome. Salah satu teori adalah nondisjunction, yaitu kesalahan dalam pembelahan sel yang terjadi saat embrio. Biasanya, sel menghasilkan dua salinan kromosom 21, tetapi pada kasus down syndrome, terjadi kesalahan yang menghasilkan tiga salinan kromosom 21. Hal ini menyebabkan bayi memiliki total 47 kromosom, bukan 46 seperti pada kondisi normal. Selain itu, ada juga teori yang berpendapat bahwa down syndrome dapat dipicu oleh faktor lingkungan, seperti asam folat. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kekurangan asam folat pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko terjadinya down syndrome. Namun, teori ini masih kontroversial dan masih perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan hubungannya.

Dalam hal berbahasa, anak-anak dengan down syndrome cenderung mengalami keterlambatan dalam perkembangan kemampuan bicara, pengucapan kata yang tidak jelas, serta kesulitan dalam memahami dan menggunakan bahasa secara efektif. Mereka juga mungkin mengalami kesulitan dalam mengikuti instruksi dan memahami makna kata-kata. Hal ini disebabkan oleh adanya kelainan struktur dan fungsi pada sistem saraf pusat, yang mempengaruhi kemampuan anak dalam memproses  dan mengkomunikasikan informasi. Selain itu, dalam hal berpikir, anak-anak dengan down syndrome sering  mengalami kesulitan dalam pemecahan  masalah, pengambilan keputusan, dan pemahaman konsep abstrak. Mereka juga cenderung memiliki  keterbatasan  dalam  memori  jangka  pendek  dan  kesulitan dalam mengikuti alur berpikir yang kompleks.

Meskipun anak-anak dengan down syndrome menghadapi tantangan dalam berbahasa dan berpikir, mereka masih mampu belajar dan mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut dengan dukungan yang tepat. Intervensi yang diberikan oleh ahli terapi wicara dan ahli pendidikan khusus dapat membantu meningkatkan kemampuan berbahasa dan berpikir anak-anak dengan down syndrome. Intervensi dini dan perawatan yang tepat dapat membantu individu dengan sindrom ini untuk mencapai potensi mereka. Terapi fisik, terapi wicara, dan pendidikan inklusif adalah beberapa pendekatan yang dapat membantu anak-anak dengan down syndrome dalam perkembangan mereka.

Terapi wicara dan bahasa dapat membantu anak-anak dengan down syndrome dalam mengembangkan kemampuan berbahasa mereka. Terapi ini meliputi latihan untuk meningkatkan keterampilan berbicara, memahami ucapan orang lain, dan menggunakan bahasa dengan lebih efektif. Selain itu, penggunaan alat bantu komunikasi seperti gambar, simbol, atau teknologi juga dapat membantu anak-anak penderita down syndrome dalam berkomunikasi. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir anak-anak dengan down syndrome, diperlukan pendekatan pendidikan yang inklusif dan individualisasi. Guru dan orang tua perlu memberikan pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak.

Penting untuk diingat bahwa setiap anak penderita down syndrome memiliki keunikan. Dalam menghadapi tantangan berkomunikasi dan berpikir, anak-anak penderita down syndrome membutuhkan dukungan dari keluarga, pendidik, dan tenaga medis. Para orang tua, pendidik, dan profesional kesehatan perlu menyediakan lingkungan yang mendukung dan menginspirasi anak-anak dengan down syndrome agar dapat mengembangkan potensi mereka secara maksimal. Dengan pemahaman dan perhatian yang tepat, mereka dapat mengatasi keterbatasan mereka dan mencapai kemajuan yang signifikan dalam perkembangan berbahasa dan berpikir.

Related Posts
Leave a Reply

Your email address will not be published.Required fields are marked *

https://epaper.radarlombok.co.id/wp-includes/system/ https://journal.terekamjejak.com/data/https://pria.org/http://mtm.pasca.mercubuana.ac.id/wp-includes//theme/slot deposit pulsahttps://rsudsidoarjobarat.sidoarjokab.go.id/file/pulsa/https://www.netbright.co.th/https://www.dprtc.sua.ac.tz/https://www.icrcnewsroom.org/https://ise.usj.edu.mo/https://elok.utara.banjarmasinkota.go.id/plugins/
https://radarlombok.co.id/lmb/dana/ https://radarlombok.co.id/lmb/pulsa/ https://naskah.ekon.go.id/file/dana/ https://unimugo.ac.id/data/dana/ https://pamekasan.polinema.ac.id/data/qris/