Informasi Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2025

Mimbar: Urgensi Sertifikasi Halal dalam Membangun Ekonomi Keumatan

Mimbar: Urgensi Sertifikasi Halal dalam Membangun Ekonomi Keumatan

Mimbar: Urgensi Sertifikasi Halal dalam Membangun Ekonomi Keumatan

Oleh: Abbas Langaji (Dosen IAIN Palopo)

Dalam QS. Ali ‘Imran (3): 110, Allah swt. menyebutkan status dan tanggung jawab umat Islam dalam menyebarkan kebaikan dan kebermanfaatan bagi manusia dan kemanusiaan. “Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”

Predikat “umat terbaik” ini merupakan kehormatan dan tanggung jawab besar yang diberikan oleh Allah kepada umat Islam, karena mereka memikul misi agung untuk menyebarkan kebaikan dan memberikan manfaat kepada kemanusiaan dan kehidupan.

Terkait kebermanfaatan terhadap kemanusiaan dan kehidupan sebagai indikator khayra ummah tersebut, saya memulai khutbah ini dengan ilustrasi sangat sederhana; bahwa di sekitar kita ada banyak barang sisa pakai, atau barang yang sudah tidak kita pergunakan, mulai dari perlengkapan kantor, perlengkapan rumah tangga, perangkat mesin, dll. Sebahagian karena masa pakai yang sudah berlalu, atau karena sudah tidak lagi berfungsi seperti sedia kala, disimpan atau dibuang, yang selanjutnya disebut sampah.

Sebahagian sampah tersebut, ada yang masih bisa diperbaiki, direparasi, didaur ulang menjadi barang bentuk/fungsi lain. Karena banyaknya barang yang sudah tidak berguna di sekitar kita (sampah), sehingga sampah menggunung. Meskipun demikian, namun ternyata gunungan sampah itu justru menghidupkan banyak orang; mulai dari petugas kebersihan, pemulung, dst. Dari situ tampak bahwa sampah ternyata masih bisa bermanfaat bagi kehidupan bahkan menjadi sumber penghidupan.

Ilustrasi kedua; barangkali di teras rumah ada pot bunga. Untuk dapat ditanami bunga, maka pot itu diisi dengan tanah yang subur, biasanya dari kompos, kotoran hewan, pupuk kandang, tanah sisa/bekas pembakaran, tanah dari galian got, dan lain-lain. Dari tanah kotor tersebut, kemudian menjadi sumber kehidupan bagi kembang dan tanaman hias yang ditanam di atas pot itu.

Dengan media tanam tanah kotor yang boleh jadi menjijikkan itu, kembang yang awalnya hanya sehelai daun dan berharga murah, akhirnya menjadi bunga yang tumbuh subur dan berharga mahal, bernilai ekonomi tinggi.

Dari dua ilustrasi sederhana tersebut di atas, sekarang kita introspeksi diri masing-masing; sebagai makhluk yang oleh Allah swt. diberi predikat fiy ahsan taqwîm, sebaik-baik performa, apakah kita sudah memberi manfaat kepada diri sendiri, keluarga, lingkungan sekitar, masyarakat, dan negara; bila jawabannya tidak, maka sejak sekarang kita harus mengakui bahwa ternyata kita tidak lebih baik dari sampah dan tidak lebih mulia dari tanah pengisi pot bunga di teras rumah kita.

Bukankah sebagian sampah masih bisa direparasi dan atau didaur ulang sehingga menjadi layak fungsi kembali; Bukankah gunungan sampah menjadi sumber penghidupan belasan ribu bahkan puluhan ribu warga; bukankah tanah kotor, pupuk kandang, kompos, bekas galian got, sisa-sisa pembakaran bisa memberi penghidupan bagi para pengusaha tanaman hias dan karyawannya.

Manusia sebagai makhluk yang berpotensi mulia dan sebaliknya, nilainya ditentukan oleh kemanfaatannya bagi hidup dan kehidupan, sehingga ukuran kebaikan seseorang adalah seberapa besar manfaat yang dia berikan kepada kehidupan dan kemanusiaan. Karenanya Rasulullah saw. bersabda: “khayrun al naas anfa’uhum li al naas” sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat terhadap sesama manusia.

Salah satu aspek kebermanfaatan umat Islam adalah dalam konteks industri halal, yaitu menyosialisasikan program Pemerintah tentang sertifikasi dan labelisasi halal.

Sengaja khatib mengaitkan kebermanfaatan pribadi muslim dengan sertifikasi halal ini, karena sebagian kita belum memberi perhatian yang maksimal, padahal mengkonsumsi makanan halal merupakan ajaran dan perintah Allah swt. Al-Quran secara eksplisit menegaskan:

“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah dikaruniakan Allah kepada kamu dan syukurilah nikmat Allah, jika benar kamu hanya menyembah-Nya semata-mata” (Al-Nahl: 114)

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah direzekikan Allah kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (Al-Maidah: 88)

Dalam hadits Nabi saw. disebutkan:

“Dari Nu’man bin Basyir r.a, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar- samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak.” (HR Bukhari Muslim).

Dengan nash ayat al-Qur’an hadis tersebut tegas bahwa mengkonsumsi produk halal merupakan kewajiban bagi umat Islam dan bukti ketaatan terhadap agamannya, serta ketakwaan pada Tuhannya. Konsekuensinya, setiap muslim harus memiliki kepedulian dan kesadaran terhadap produk yang dikonsumsi.

Untuk mengerti dan memastikan bahwa produk yang dikonsumsi itu halal, cara paling mudah adalah dengan mengecek apakah produsennya telah bersertifikat halal atau tidak; apakah produk itu berlabel halal atau belum. Sertifikat dan label halal tersebut memberikan informasi dan jaminan bahwa bahan-bahannya, pengolahannya, dapat dipastikan dari lingkungan dan sistem produksi yang bersih, dan terjamin bagi kesehatan.

Adanya label halal pada setiap kemasan produk yang telah bersertifikat halal itulah, maka konsumen menjadi terbantu untuk dengan lebih mudah mengidentifikasi mana produk yang berstatus halal.

Sebagai masyarakat muslim yang hidup di Indonesia, kita sangat bersyukur karena negara kita memberikan perhatian yang begitu besar terhadap aspek kehalalan produk yang dikonsumsi oleh warga negaranya. Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap persoalan halal semakin hari semakin menunjukkan sisi yang menggembirakan, terutama karena didukung oleh regulasi dan kebijakan; salah satunya adalah dengan menetapkan kewajiban sertifikasi halal dan pemasangan label halal pada setiap produk.

Pelaksanaan sertifikasi halal di Indonesia didasarkan pada Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang kemudian disempurnakan lagi dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang di dalamnya juga mengatur penyelenggaraan Jaminan Produk Halal.

Sesuai amanat undang-undang, pada tahun 2017 Pemerintah telah membentuk lembaga bernama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama. Kemudian terbit Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan UU 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal, serta Keputusan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Halal.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal ini memberikan jaminan kepada masyarakat muslim selaku konsumen bahwa setiap produk yang dikonsumsi atau digunakan memenuhi persyaratan kehalalan yang ditetapkan. Adanya jaminan ini akan memberikan kepastian

ketersediaan produk halal bagi masyarakat sebagai konsumen dan menciptakan kenyamanan mengkomsumsi.

BPJPH sebagai perpanjangan tangan pemerintah yang bertugas untuk memastikan dan menjamin bahwa produk yang beredar di tengah dan dikomsumsi masyarakat benar-benar memenuhi standar kehalalan sesuai syariat Islam. Caranya adalah dengan melakukan sertifikasi halal pada semua produk berupa barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, dan barang lainnya yang dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sertifikasi halal memastikan bahwa suatu produk benar-benar memenuhi standar halal yang ditetapkan yakni berkaitan dengan bahan, pengolahan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, hingga penyajian produk tersebut.

Sertifikasi halal harus menjadi salah satu perhatian para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) karena dengan demikian berarti dapat menyediakan produk yang halal, aman, dan sehat.

Dengan sertifikasi halal, pelaku UMKM yang berjumlah sekitar 65 juta unit, dapat memastikan bahwa produk mereka diakui sebagai produk halal dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh badan sertifikasi halal terkait.

Sertifikasi halal juga dapat membantu pelaku UMKM untuk memasarkan produk mereka secara lebih luas ke seluruh dunia, karena sertifikasi halal diakui secara internasional dan dapat membuka peluang ekspor yang lebih besar, terutama pasar di negara-negara muslim yang semakin besar dan menuntut produk yang dijamin halal.

Sertifikasi halal dan labelisasi halal ini sekaligus memberi keuntungan kepada pelaku usaha yang nonmuslim yang sudah memiliki sertifikat halal bagi produknya, khususnya produk-produk yang akan dipasarkan luas dapat menjangkau negara-negara di luar Indonesia, yaitu di negara-negara berpenduduk muslim atau produk- produk yang akan dikomsumsi masyarakat muslim di manapun.

Dengan tampaknya manfaat sertifikasi halal bagi pengusaha dan konsumen, secara tidak langsung memberikan kontribusi nyata dan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi umat Islam Indonesia.

Sebagai bagian dari umat ini, kita harus memberi manfaat kepada sesama muslim dengan menanamkan keyakinan bahwa produk halal adalah simbol kebersihan dan kualitas tinggi. Betapa tidak, setiap muslim yang ketika akan mengonsumsi sesuatu produk, melihat ada label sertifikasi halal, maka dengan sendirinya menghilangkan keraguan untuk memperdagangkan dan mengkomsumsinya.

Karenanya produk halal adalah kebutuhan semua umat manusia. Mari kita dukung cita-cita mulia ini, yang selain implementasi perintah agama sekaligus bukti ketakwaan kita pada Allah dan kepatuhan kepada aturan/regulasi negara.

Sebagai bagian dari umat Islam Indonesia, mari bersama-sama menyosialisasikan program sertifikasi halal, karena sejatinya hal tersebut berdampak nyata pada peningkatan ekonomi umat. Betapa bermanfaatnya kita sebagai pribadi muslim, bila melalui lisan kita, melalui media sosial kita, dan melalui jaringan kekuasaan yang dititipkan Allah swt, kita bisa mengambil peran dalam menyosialisasikan sertifikasi halal ini.

Dengan kesadaran mendukung sertifikasi dan labelisasi halal serta ikut menyosialisasikannya, berarti kita ikut menciptakan kehati- hatian dan menghindarkan umat dari kemungkinan mengkomsumsi barang yang status hukumnya tidak jelas. Rasulullah telah mengingatkan dalam haditsnya:

Artinya: “Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR. Bukhari)

Dengan ikut menjadi bahagian dari sosialisasi program sertifikasi halal sekecil apapun peran itu, maka sejatinya kita sudah membuktikan kepada diri sendiri bahwa kita bukan manusia sampah, kita lebih baik dari tanah kompos dan pupuk kandang sebagaimana dalam ilustrasi di awal. Wallahu a’lam bishawab..

Telah disampaikan pada Khotbah Jumat di Masjid Istiqlal Jakarta (18/10/2024)

Related Posts
Leave a Reply

Your email address will not be published.Required fields are marked *