27
Sep
2023

IAIN Palopo, Humas – Pengurus dan anggota Dharma Wanita Persatuan (DWP) IAIN Palopo mengikuti pengajian bulanan yang digelar DWP Kemenag pusat.

Bertempat di Aula Rektorat IAIN Palopo para pengurus dan anggota mengikuti secara daring pengajian rutin yang mengangkat tema “Etika dan Estetika Wanita Menurut Islam”. Rabu, 27 September 2023.

Kegiatan yang digelar secara luring dan daring tersebut menghadirkan Abdullah Syamsul Arifin atau yang lebih akrab disapa Gus Aab di Kanwil Kemenag Banten.

Penasihat DWP Kementerian Agama Hj. Eny Retno Yaqut mengatakan, pengajian Kementerian Agama Pusat baru pertama kali di gelar di luar, yaitu dipusatkan di Kanwil Kemenag Banten.

“Terkait tema pengajian, bagaiman kita diharapkan baik secara akhlak in dan out. Secara etika kita punya akhlak yang baik dan secara estetika di luar kita pun dilihat secara indah” ucap Hj. Eny Retno Yaqut di tengah-tengah kegiatan Kanwil Kemenag Banten.

Mengawali tausiyah Gus Aab menceritakan fitrah seorang manusia yang dianugerahkan oleh Allah dalam hidup sejak kelahiran.

Setiap manusia kata Gus Aab, memiliki potensi mengajak kepada kebaikan dan menolak ketidakbaikan. Ia menyebutkan ada 3 unsur dari fitrah manusia yang saling berkaitan yang ada pada diri manusia yakni, unsur benar, baik, dan indah.

“Benar tidak selamanya baik, dan baik tidak selamanya indah. Benar ini koridornya hukum, urusan benar dan salah ini apakah sesuai atau tidak dengan ketentuan hukum. Secara fitrah manusia cenderung pada yang benar dan menolak yang salah, namun fitrah ini dirusak sendiri oleh manusia,” tutur Gus Aab pada kegiatan yang dibuka oleh Penasihan DWP Kemenag RI Enny Retno Yaqut, Rabu (27/09/2023).

Gus Aab mengatakan, siapapun orangnya kalau baru bersentuhan dengan hal yang tidak benar pasti merasa bingung dan cemas. “Tapi karena terbiasa, lama-lama bisa mematikan fitrah. Tapi tanyalah hati nurani, dia adalah anugerah yang tidak pernah berbohong,” katanya.

Gus Aab mengatakan fitrah manusia adalah sumber lahirnya etika dan estetika. Tidak hanya dalam konteks benar, tetapi juga konteks baik atau tidak, indah atau tidak indah.

“Orang yang melanggar etik belum tentu melanggar hukum. Tapi yang melanggar hukum sudah pasti melanggar etika dan estetika,” ucapnya.

Ia menguraikan perbedaan etika dan estetika, etik menurutnya disepadankan dengan khuluq atau jamaknya dalam bahasa Arab adalah akhlak. “Akhlak adalah suatu kemampuan yang melekat di pikiran dan dilakukan tanpa dipikir, spontan. Contohnya, jika ada orang kecelakaan kita spontan memberi pertolongan tanpa mikir dulu dia siapa, itu akhlak,” jelasnya.

Lebih lanjut, Gus Aab mengatakan etika perangkatnya berangkat dari mata saat melihat dan telinga saat mendengar. Dari mata dan telinga lalu masuk ke hati, dan hati yang mendorong perilaku.

“Etik adalah pengendalian emosi yang tertanam dalam diri dan tertutupi dengan kuatnya estetik yang ditampilkan. Kalau ada orang marah tapi bisa tetap tersenyum, apalagi yang bergerak di pelayanan publik, itu namanya estetik, tetap tersenyum dan ramah meski dalam hati bergemuruh,” ujarnya.

Berkaitan dengan wanita, Gus Aab menyampaikan perempuan dinikahi untuk menjadi istri dan kemudian menjadi ibu.“Kontrak perempuan setelah menikah adalah mendapatkan hak dan menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu,” terangnya.

Etika seorang perempuan menurutnya tidak keluar dari wasathiyah (bersikap adil) dan attawazun (seimbang dalam aspek kehidupan). Perempuan yang tidak lua dengan peran pokoknya dan bisa menyeimbangkan dengna peran-peran tambahannya dengan tidak mengurangi kewajiban asalnya.

“Jangan pernah melupakan posisi sebagai ibu dan istri, meski nantinya ada toleransi-toleransi yang lahir dari kesepakatan-kesepakatan (dalam keluarga),” ungkap Gus Aab saat menyinggung seorang ibu dan istri yang bekerja di mana bekerja adalah bukan kewajibannya.

Gus Aab kemudian mengingatkan para hadirin yang terdiri dari ibu-ibu pengurus dan anggota DWP di eselon I, Kanwil Kemenag dan PTKIN, serta di Kantor Kemenag se-Indonesia, agar dapat membedakan kebutuhan dan keinginannya saat ini tampil estetika.

“Pakaian (yang sopan dan layak) adalah bentuk menghargai diri sendiri dan orang lain. Tidak hanya berperilaku benar, tapi juga berperilaku baik dan indah. Gunakan kreativitas yang sederhana namun tidak kalah secara estetika, tidak perlu glamor yang bisa menggoncang hubungan dalam rumah tangga (karena lebih besar memenuhi keinginan daripada kebutuhan),” pungkasnya. (Humas)